Judul : Buatlah Ibumu Tersenyum
Pengarang : Zainal Arifin Emka
Penerbit : Liris
Tempat : Jalan Sawentar 10- Surabaya 60131
Tahun
Terbit : Januari 2009
Rusdy
Zaki adalah anak laki- laki berumur 13 tahun. Dia murid kelas II di SMP Setia
Budi. Dia mempunyai banyak pengalaman yang menarik.
Rusdy
sedang menceritakan kebimbangannya karena sebuah kertas kepada ayahnya. Karena
takut menjadi bahan tertawaan teman- temannya, dia mengambil keputusan untuk
diam. Sementara itu, Paula terlihat
kepanikan mencari kertas tersebut.
Hingga
beberapa hari kemudian, semua orang menjadi bahan kemarahan Paula. Kekacauan
itu membuat hubungan Lukman dan Paula retak. Paula tak mau lagi bertegur sapa
dengan Lukman. Rusdy jadi ikut tersiksa menyaksikan perselisihan yang
disebabkan olehnya. Kemudian ayah Rusdy langsung kaget dan berwajah serius
ketika menasehati Rusdy.
Beberapa
bulan setelah itu, Rusdy Zaki dan Rusdy Hamzah berlibur di rumah kakeknya di
Desa Sukoharjo. Kini di Desa Sukoharjo sedang dilanda demam penghijauan.
Tetapi, Pak Carik Desa Sukoharjo tidak memperbolehkan penduduk menanan pohon
buah- buahan. Karena kebijakan Pak Carik tersebut, maka desa tersebut tidak
lagi dikunjungi burung- burung yang meramaikan desa. Namun, Pak Iskandar tidak
menghiraukan kebijakan Pak Carik. Beliau menanam bibit mangga.
Pada
suatu hari, proyek penghijauan di Desa Sukoharjo ditinjau Bupati. Bupati itu
terkesan dengan Pak Iskandar yang mau menanam pohon buah- buahan untuk anak
cucunya nanti. Pak Kades yang sejak tadi cemas, khawatir jika atasannya marah,
tersenyum lega berkat Pak Iskandar.
Rusdy
dan kakaknya terkesan dengan desa itu. Setelah beberapa minggu mereka kembali
menuju rumahnya.
Setelah
sampai rumah, ibu Rusdy menyuruh Rusdy untuk menjenguk temannya. Temannya
tersebut adalah orang yang selalu memusuhi Rusdy.
Dengan
berat hati, Rusdy berangkat kerumah Joni. Tidak berapa lama, Rusdy pulang
dengan hati riang karena dia dapat bersahabat dengan musuhnya kembali.
Rusdy
keluar dari ruang guru dengan perasaan gundah. Dia baru saja menerima
pemberitahuan dari Ibu Guru Lilik bahwa salah satu anggota kelompok yang
terpenting tidak bisa ikut yaitu Istiqamah. Keputusan itu terlalu mendadak bagi
Rusdy.
Sedangkan
di rumah Istiqomah bungung karena dia harus mengikuti lomba PKS dan harus
menunggui ibunya yang sedang sakit karena tidak ada yang menjaga ibunya itu.
Ibunya adalah seorang janda yang ditinggal suaminya yang meninggal akibat
menjalankan tugas sebagai polisi.
Lantas
ibunya menyuruhnya tetap berangkat. Sesampai di sekolah Isti menangis dan
memeluk Bu Niniek. Bu Niniekmengerti dan menyuruhnya pulang. Bu Niniek menyuruh
Isti agar membuat ibuya tersenyum seperti dia telah membuatnya menangis. Kata-
kata itu langsung membuat Isti pulang tergesa- gesa dengan mengayuh sepedanya.
Sebelum Isti pulang doa dan harapan Isti menyertai kelompok lomba itu.
Sesampai
rumah Isti meminta maaf kepada ibunya. Ibunya langsung tersenyum. Isti merasa
bahagia telah melaksanakan tugas untuk membuat ibunya tersenyum. Kata- kata Bu
Niniek selalu terngiang di telinganya,
“Buatlah ibumu tersenyum seperti kamu telah membuatnya menangis.”
Suasana
di SMP Setia Budi dihantui dengan cerita hilangnya arloji milik Sinta. Arloji
itu hilang ketika disimpan di dalam tas sekolahnya. Waktu itu Sinta sedang
mengikuti pelajaran olahraga.
Begitu
menyadari arlojinya hilang, Sinta berteriak histeris karena Sinta membeli
arloji tersebut dengan uang tabungannya sendiri.
Di
kerumu nan murid- murid yang sedang membicarakan misteri hilangnya arloji Sinta
tersebut,Rusdy mendengar mereka menaruh kecurigaan kepada Kamil. dia menjadi
serba salah karena Kamil adalah sahabatnya. Rusdy hanya tidak ingin orang-
orang menuduh tanpa alasan yang jelas.
Rusdy
merasa sakit hati dengan ucapan Melani yang menyalahkan Kamil dan menuduh Rusdy
yang tidak- tidak. Rusdy sempat menaruh curiga kepada Melani karena dia
kelihatan sinis sekali dengan Kamil. tetapi, Rusdy tidak mau diracuni dengan
prasangka buruk itu.
Kamil
yang sudah tahu ada yang mencurigainya, tetapi dia tidak menyangka bakal
disuruh maju dengan membawa tasnyaoleh Pak Saiful.
Rusdy
melihat sahabatnya. Mudah diterka, wajah Kamil seketika merah padam. Dia tidak
bisa menyembunyikanketakutan dan kegelisahannya.
Kemudian
apa yang dicemaskan benar- benar terjadi. Pak Saiful mengeluarkan sebuah arloji
dari dalam saku kecil tas Kamil. Ternyata itu arloji milik Sinta. Seisi kelas
hening, semuanya seperti terhipnotis.
Pak
Saiful terus menanyai tentang arloji yang bisa di dalam tas Kamil. Kamil terus
menyangkal. Kamil tidak menjawab karena dia memang tidak tahu harus mengatakan
apa. Kepalanya menggeleng lemah. Maka Pak Saiful mengajukan pertanyaan yang
mengagetkan. Pak Saiful menyadarkan murid- murid bahwa tidak masuk akal bagi semuanya
jika orang yan g telah mencuri arloji ini lalu membiarkan arloji itu tetap di
tasnya selama tiga hari.
Tidak
ada yang menjawab pertanyaan itu. Terlintas dari pikiran anak- anak ada yang
memfitnah Kamil. Pak Saiful memberi kesempatan kepada pelaku yang memfitnah
Kamil mengaku. Tetapi, tidak ada satu pun yang mengaku.
Keesokan
harinya, Rusdy di panggil oleh Pak Saiful. Pak Saiful menceritakan bahwa
pelakunya sudah menemuinya kemarin.
Pelaku tersebut adalah Melani. Misteri ini sampai sekarang menjadi rahasia
Melani, Rusdy dan Pak Saiful.
Malam
itu, sepulang dari menghadiri tasyakuran kakeknya yang akan menun aikan ibadah
haji, Rusdy dipanggil oleh ayahnya untuk makan
bersama. Rusdy, Rusdy Hamzah, Ayah dan Ibunya duduk mengelilingi sebesek
nasi dan setumpuk kue.
Selesai
makan, bapak bercerita tentang kisah seorang lelaki yang sudah dua kali pergi
haji. Karena dianggap sudah banyak tahu
tentang ibadah haji, pada suatu saat Pak Rahman diminta oleh beberapa temannya
untuk membimbing mereka. Pak Rahman dengan senang hati melakukan itu.
Tetapi,
beberapa bulan menjelang berangkat, mendadak Pak rahman membatalkan rencananya.
Tentu saja teman- temannya kecewa, bahkan di antara mereka ada yang marah.
Pak
Rahman sebenarnya bukan orang kaya. Tetapi beliau memang gemar beribadah. Sejak
pertama kali melihat Kota Suci Mekah dan Madinah, kerinduannya pada Tanah Suci
seolah tak pernah bisa beliau bendung. Beliau selalu menabung untuk pergi haji.
Pada
ibadah hajinya yang ketiga, kebetulan istrinya sedang hamil muda dan istrinya mencium bau masakan yang
dirasakannya sangat sedap. Istrinya meminta Pak Rahman untuk memintakan masakan
tersebut.
Dengan
rasa malu, Pak Rahman mencari- cari harum aroma itu. Sampailah Pak Rahman di
sebuah gubuk kecil. Pak Rahman mengetuk pintu dan melihat seorang nenek sedang
memasak bubur. Pak Rahman memintanya sedikit untuk istrinya. Lalu nenek itu
menolaknya, Pak Rahman terus merengek- rengek demi istrinya.
Dengan
perasaan kecewa Pak Rahman melangkah keluar. Wajahnya bersungut- sungut
membayangkan betapa kecewanya istrinya. Melihat situasi begitu, si nenek
rupanya tak enak juga.
Akhirnya
dia menceritakan semuanya bahwa makanan yang dimasaknya halah buat nenek itu
dan haram buat Pak Rahman. Karena nenek itu sedang sakit, hidup sebatangkara,
tidak ada yang peduli dan kelaparan. Hari itu, si nenek menemukan bangkai ayam
dan lalu memasaknya. Jadi, yang dimasak nenek itu adalah bangkai ayam
Pak
Rahman tentu saja sangat terkejut mendengar pengakuan sang nenek. Pak Rahman
segera pulang dengan rasa jijik dan rasa malu tak terhingga. Dia malu karena
ada perempuan tua tetangganya yang nyaris mati kelaparan, sementara dia tidak
tahu samasekali dengan kesengsaraan orang lain.
Ketika
sampai di rumah, Pak Rahman menceritakan hal tersebut kepada istrinya. Istrinya
meminta agar Pak Rahman tidak menunaikan ibadah haji terlebih dahuluu dan
sebagian uangnya diberikan kepada si nenek untuk berobat dan modal kerja supaya
dia tidak mengemis- ngemis lagi.
Pak
Rahman yang baik hati setuju dengan pendapat istrinya. Diantarnya uang dan
seekor ayam untuk nenek. Nenek tersebut diminta untuk membuatkan bubur untuk
istrinya. Dengan senang hati nenek itu melakukannya.
Rusdy
melihat bapak dan ibunya terdiam lama sekali. Dia tidak tahu apa yang
dipikirkan oleh kedua orangtuanya. Sebab Rusdy juga hanyut dalam pikirannya.
0 komentar:
Posting Komentar