Sesuai
dengan Keputusan Menterì Kesehatan No. 47/Menkes/SK/II/1983 tentang Kebijaksanaan
Obat Nasìonal. Untuk mencapai
tujuan Kebijakan Obat Nasional ditetapkan landasan kebijakan yang merupakan
penjabaran dari prinsip dasar SKN, yaitu :
- Obat harus diperlakukan sebagai komponen
yang tidak tergantikan dalam pemberian pelayanan kesehatan. Dalam kaitan
ini aspek teknologi dan ekonomi harus diselaraskan dengan aspek sosial dan
ekonomi.
- Pemerintah bertanggung jawab atas
ketersediaan, keterjangkauan dan pemerataan obat esensial yang dibutuhkan
masyarakat.
- Pemerintah dan sarana pelayanan kesehatan
bertanggung jawab untuk menjamin agar pasien mendapat pengobatan yang
rasional.
- Pemerintah melaksanakan pembinaan,
pengawasan dan pengendalian obat, sedangkan pelaku usaha di bidang obat
bertanggung jawab atas mutu obat sesuai dengan fungsi usahanya. Tugas
pengawasan dan pengendalian yang menjadi tanggung jawab pemerintah
dilakukan secara profesional, bertanggung jawab, independen dan
transparan.
Masyarakat berhak untuk mendapatkan informasi
obat yang benar, lengkap dan tidak menyesatkan. Pemerintah memberdayakan
masyarakat untuk terlibat dalam pengambilan keputusan pengobatan.
Oleh karena itu pemerintah dalam hal ini
diwakilkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia hendaklah memberikan
Pelayanan Kesehatan khususnya dalam penyediaan obat harus secara transparan dan
teliti, serta memperketat peredaran obat agar obat yang beredar dalam
masyarakat memenuhi standart Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Menurut
Permenkes RI No. 949/Menkes/Per/VI/2000. Obat digolongkan menjadi lima golongan
yaitu :
1. Obat
bebas (obat OTC : Over The Counter)
merupakan
obat yang ditandai dengan lingkaran berwarna hijau dengan tepi lingkaran
berwarna hitam. Obat bebas umumnya berupa suplemen vitamin dan mineral, obat
gosok, beberapa analgetik-antipiretik, dan beberapa antasida. Obat golongan ini
dapat dibeli bebas di Apotek, toko obat dan warung.
2. Obat bebas terbatas
2. Obat bebas terbatas
merupakan
obat yang ditandai dengan lingkaran berwarna biru dengan tepi lingkaran
berwarna hitam. Obat ini juga dapat diperoleh tanpa resep dokter diapotek dan
toko obat. Obat-obat yang umumnya masuk dalam golongan ini antara lain obat
batuk, obat influenza, obat-obat antiseptik dan tetes mata untuk iritasi
ringan. Pada kemasan obat seperti ini biasanya tertera peringatan yang bertanda
kotak kecil berdasar warna gelap atau kotak putih bergaris tepi hitam, dengan
tulisan sebagai berikut :
P.No.
1: Awas! Obat keras. Bacalah aturan pemakaiannya.
P.No.
2: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan.
P.No.
3: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan.
P.No.
4: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar.
P.No.
5: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan
3. Obat
keras (dulu disebut obat daftar G = gevaarlijk = berbahaya)
Disebut
obat keras karena jika pemakai tidak memperhatikan dosis, aturan pakai, dan
peringatan yang diberikan, dapat menimbulkan efek berbahaya. Obat keras
merupakan obat yang hanya bisa didapatkan dengan resep dokter dan hanya bisa diperoleh
di Apotek. Dalam kemasannya ditandai dengan lingkaran merah dengan huruf K
ditengahnya. Contoh obat ini adalah amoksilin, asam mefenamat dan semua obat
dalam bentuk injeksi.
4. Obat
Narkotika.
merupakan
zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun
semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan. (UU RI no. 22 th 1997 tentang Narkotika). Obat ini
pada kemasannya dengan lingkaran yang didalamnya terdapat palang (+) berwarna
merah.
Obat
narkotika penggunaannya diawasi dengan ketat sehingga obat golongan narkotika
hanya dapat diperoleh di apotek dengan resep dokter asli (tidak dapat
menggunakan copy resep). Dalam bidang kesehatan, obat-obat narkotika biasa
digunakan sebagai anestesi/obat bius dan analgetik/obat penghilang rasa sakit.
Contoh obat narkotika adalah : codipront (obat batuk), MST (analgetik) dan
fentanil (obat bius).
5. Obat-obat
psikotropika.
merupakan
Zat atau obat baik ilmiah atau sintesis, bukan narkotika yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selekti pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku, Ex : alprazolam, diazepam.
Mengenai obat-obat psikotropika ini diatur dalam UU RI Nomor 5 tahun 1997.
Psikotropika
dibagi menjadi :
a.
Golongan I : sampai sekarang kegunaannya hanya ditujukan untuk ilmu
pengetahuan, dilarang diproduksi, dan digunakan untuk pengobatan contohnya
metilen dioksi metamfetamin, Lisergid acid diathylamine (LSD) dan metamfetamin
b.
Golongan II,III dan IV dapat digunakan untuk pengobatan asalkan sudah
didaftarkan, contohnya diazepam, fenobarbital, lorazepam dan klordiazepoksid.
Permasalahan
yang sering muncul dalam KONAS ini adalah kurangnya pengawasan peredaraan obat
di masyarakat sehingga saat ini masyarakat Indonesia seakan bebas memperoleh
obat yang mereka inginkan. Ini lah yang menjadi tantangan bagi ahli Farmasi
untuk melayani serta mengawasi peredaran obat di Masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar